Review : Film The Conjuring 2 (The Enfield Poltergeist) James Wan










The Conjuring punya materi yang siap dimasak menjadi franchise mengingat banyaknya kasus nyata yang telah ditangani oleh pasangan investigator supranatural Ed dan Lorraine Warren. The Conjuring 2 secara skeptis bisa dipandang sebagai alat peraup laba namun tidak demikian halnya jika kualitas produksinya sebaik ini. Tidak luar biasa, tapi yang paling penting, film ini memenuhi ekspektasi penonton dalam menonton film horor: untuk ditakut-takuti.

Sempat beralih ke ranah aksi melalui Furious 7, James Wan sutradara yang melahirkan franchise Saw dan Insidious tak kehilangan sentuhan dalam teknik menarik ketakutan penonton. Mainannya tidaklah baru; basis narasinya adalah rumah hantu. Namun serahkan pada Wan untuk menghadirkan kengerian dari horor konvensional yang sudah terlalu banyak dipakai ini. Anda kira tak ada lagi jump scares yang bisa menakuti anda. Pikir lagi.

For better or worse, Wan meluangkan waktu untuk membangun ceritanya. Kita hanya tak melihat suami-istri Warren secara penuh setidaknya hingga separuh durasi berjalan. Naskahnya juga memasukkan humor-humor ringan yang mungkin tak biasa ada di film horor, namun anehnya cukup lucu. Ingat saat anda geregetan karena korban yang rumahnya dihantui tak mau kabur? Mereka mendengarnya (sineasnya, lebih tepatnya) dan adegan saat mereka terbirit-birit keluar rumah adalah momen ngakak yang berharga. 


Trailer :



 Plot :

Sebelum judul "The Conjuring 2" dengan font besar berwarna kuning menyerang mata anda, film dibuka dengan prolog mengenai Lorraine dan Ed (Vera Farmiga dan Patrick Wilson) yang menyelidiki misteri Amityville, kasus yang membuat nama mereka terkenal. Wan menetapkan atmosfernya disini. Horor supranatural bercampur dengan brutalitas yang melibatkan shotgun dan anak-anak mengkondisikan kita syok dan bagi Lorraine sendiri, ada bagian yang akan menghantuinya hingga akhir film.

Masih diadaptasi dari kisah nyata yang tentu saja difiksionalisasi, kasus mereka kali ini adalah Enfield Poltergeist; Amityville-nya Inggris, rumornya begitu. Sebuah keluarga yang terdiri dari single mother, Peggy (Francis O'Connor) yang 4 orang anaknya, mengalami kejadian aneh di rumah mereka. Perabotan dan mainan yang bergerak sendiri, gedoran keras, pintu yang berderit, TV yang tiba-tiba menyala serta sofa kosong di sudut ruangan yang bergoyang hingga penampakan hantu yang mengklaim rumah tersebut sebagai rumahnya. Saat gangguan mulai intens, bahkan salah seorang anak, Janet (Madison Wolfe, tampil luar biasa) sering kesurupan, polisi tak bisa berbuat banyak. Gereja mengutus pasangan Warren untuk terbang ke Inggris, menginvestigasi kasus tersebut.

The Conjuring adalah jenis film horor yang memperhatikan tata produksi, cerita dan karakter di atas trik untuk mengejutkan penonton. Kualitas akting para pemain berada di atas rata-rata aktor film horor. Mereka juga mendapat porsi peran yang lebih dalam, khususnya Farmiga dan Wilson yang diberi konflik tersendiri. Menggandeng sinematografer Don Burgess, Wan menggerakkan kameranya dengan dinamis, menyusuri lorong, masuk lewat jendela atau dari sela-sela lantai. Ia juga memainkan fokus, cukup untuk membuat kita mengantisipasi apa yang terjadi di dalam gelap meski kamera tampaknya tak bermaksud menyorotnya.

Dengan durasi yang lebih dari 2 jam, Wan punya ruang gerak lebih lapang, entah itu untuk menggali karakter atau memasukkan elemen sentimentil seperti Ed yang menirukan Elvis Presley mendendangkan "Can't Help Falling in Love" untuk menghibur keluarga korban. Yang pertama lebih sukses, karena film ini tak hanya tentang penghantuan semata tapi juga lebih banyak mengenai Warren. Namun beberapa adegan, termasuk jump-scares yang efektif, terkadang dieksekusi kepanjangan hingga kehilangan momentum. Satu dari beberapa hantu (iya, ada banyak) juga terkesan janggal karena dikreasi dengan CGI dan tak sesuai dengan tone film.

Mendapat wangsit dari mbah Wikipedia, saya mengetahui bahwa Enfield Poltergeist adalah salah satu kasus hantu yang paling banyak didokumentasikan. Bukan hanya karena fenomenal, namun juga kerancuan keotentikannya. Yang tidak percaya sebanyak yang percaya. Wan tak melupakan fakta tersebut, maka dihadirkanlah jurnalis skeptis (Franka Potente). Elemen ini tentu saja tidak bekerja karena pada akhirnya film ini adalah film horor dimana tak ada hantu yang bohongan. Apalagi sejak awal, eksistensi entitas dunia lain ini sudah ditekankan sejak awal.

The Conjuring 2 punya bit yang mirip dengan film pendahulunya, hanya saja dengan setting dan poin plot yang berbeda. Ah lagipula, film pertamanya juga tak original amat. Anda bisa menemukan kefamiliarannya dengan horor klasik seperti Poltergeist dan The Exorcist, lengkap dengan suara menggeram ala Linda Blair. Tak jadi masalah, selama filmnya dengan sukses bisa menghenyakkan penonton atau membuat penonton berteriak ngeri. 


SUMBER : Disini

4 comments:

Copyright © 2013 Mr Sengkuni